Kita sebagai masyarakat Indonesia sangat kaya dengan adat istiadat serta kebudayaan. Setiap pulau, daerah bahkan desa mempunyai peraturan dalam segala adat istiadatnya sama halnya dengan adat istiadat pernikahan di NTT dimana ketetapan mahar wanita NTT terbilang sangat mahal.
Di Kedang, belis yang lebih banyak dipakai ialah gong. Para tetua akan mengadakan pertemuan adat untuk menyepakati belis bagi seorang perempuan (are’ edang). Sebelum disepakati bersama, belis gong harus dibunyikan terlebih dahulu untuk mendengarkan bunyi gong tersebut; apakah layak atau tidak? Jika layak, maka kesepakatan diratifikasi oleh pimpinan dalam musyawarah adat tersebut.
Gong yang digunakan sebagai mas kawin di NTT biasanya memiliki ukuran yang besar dan terbuat dari logam. Selain digunakan sebagai mas kawin, Gong juga memiliki peran penting dalam upacara adat dan keagamaan di NTT, seperti pada upacara adat Ngaben (pemakaman), perayaan Paskah, dan perayaan tahun baru adat.
Sedangkan suku Kedang yang ada di wilayah timur Lembata, menggunakan tradisi gong dan gading gajah sebagai belis atau mas kawin.
Gong dan gading ini unik karena asal mulanya tidak diketahui secara pasti.
Gong merupakan salah satu benda budaya yang memiliki nilai historis dan simbolis yang tinggi di beberapa daerah di Indonesia, termasuk di Nusa Tenggara Timur (NTT). Di NTT, Gong seringkali digunakan sebagai mas kawin atau mahar pada pernikahan.
Tradisi memberikan Gong sebagai mas kawin pada pernikahan di NTT biasanya dilakukan oleh keluarga mempelai pria sebagai tanda terima kasih dan penghormatan kepada keluarga mempelai wanita yang telah memberikan restu untuk menikahi putri mereka. Jumlah Gong yang diberikan biasanya disesuaikan dengan kemampuan ekonomi dari keluarga mempelai pria, dan umumnya terdiri dari beberapa buah Gong dengan ukuran dan jenis yang berbeda-beda.
Namun, perlu diingat bahwa setiap daerah dan suku di NTT dapat memiliki tradisi yang berbeda dalam menggunakan Gong sebagai mas kawin atau dalam kehidupan sehari-hari.