Sunan Muria, salah satu wali songo yang terkenal di Jawa, memiliki hubungan erat dengan gamelan Jawa melalui pengaruhnya terhadap budaya dan seni Jawa. Meskipun tidak ada catatan langsung tentang keterlibatan Sunan Muria dalam menciptakan atau mengembangkan gamelan Jawa, pengaruhnya sebagai seorang ulama dan tokoh spiritual memengaruhi perkembangan musik dan seni di Jawa, termasuk gamelan.
Pengaruh Sunan Muria dalam gamelan Jawa terlihat melalui pemakaian gamelan dalam konteks keagamaan. Sunan Muria dikenal sebagai seorang guru sufi dan pengembang tarekat Syekh Siti Jenar, yang menekankan pada pengalaman mistik dan pencarian spiritual. Dalam praktik keagamaan di Jawa, gamelan sering digunakan sebagai pengiring dalam ritual, upacara keagamaan, dan tarian yang terkait dengan ajaran Sunan Muria dan sufi.
Selain itu, kehadiran gamelan dalam acara-acara keagamaan seperti slametan, kenduri, atau selametan di kompleks makam Sunan Muria menjadi tradisi yang masih dilestarikan hingga saat ini. Pada saat-saat tertentu, gamelan Jawa dimainkan sebagai bentuk persembahan atau musik penyembahan dalam rangka menghormati Sunan Muria.
Selain penggunaan gamelan dalam konteks keagamaan, pengaruh Sunan Muria juga dapat terlihat dalam gaya musik dan improvisasi dalam gamelan Jawa. Konsep mistik, meditatif, dan kontemplatif yang diajarkan oleh Sunan Muria dapat tercermin dalam penampilan dan penghayatan musik gamelan Jawa, terutama dalam penggunaan irama yang lembut, permainan yang mendalam, dan dialog musikal antara berbagai instrumen.
Meskipun tidak ada hubungan langsung antara Sunan Muria dan penciptaan gamelan Jawa, pengaruh spiritual, nilai-nilai keagamaan, dan praktik keagamaan yang diinspirasikan olehnya telah memberikan sumbangan penting terhadap gamelan Jawa sebagai bagian integral dari budaya dan seni Jawa.
Metode Dakwah Sunan Muria dengan gamelan dan budaya
1. Menitikberatkan Rakyat Jelata
Dalam menyebarkan agama Islam, Sunan Muria lebih memusatkan pada rakyat jelata dan bukan kaum bangsawan. Beliau lebih senang mengasingkan diri bersama rakyat jelata dibandingkan tinggal di pusat Kerajaan Demak. Metode dakwah beliau sering disebut dengan Topo Ngeli, yang berarti menghanyutkan diri di dalam masyarakat.
Sementara itu, agar bisa berbaur dengan masyarakat sekitar pegunungan tersebut, beliau kerap memberikan keterampilan untuk para pelaut, nelayan, pedagang, dan rakyat jelata. Beliau bisa mengumpulkan mereka yang notabene adalah pekerja yang sangat sulit untuk meluangkan waktu belajar agama. Jadi dengan memberikan keterampilan, Sunan Muria dapat dengan mudah menyampaikan ajaran Islam kepada mereka.
Gunung sebagai tempat dakwah.
2. Dakwah Menggunakan Akulturasi Budaya
Meskipun Sunan Muria diterima dengan baik oleh masyarakat, bukan berarti proses dakwah beliau berjalan dengan lancar. Kebanyakan penduduk di kawasan gunung Muria masih menganut kepercayaan turun temurun yang sulit untuk diubah. Sunan Muria menggunakan metode dakwah bil hikmah, yaitu dengan cara-cara bijaksana dan tidak memaksa.
Dalam menyikapi kebiasaan masyarakat yang sering melakukan adat Kenduren, maka Sunan Muria meniru gaya moderat ayahnya, yang tidak mengharamkan tradisi peringatan telung dino hingga sewu dino. Tradisi yang dilakukan untuk memperingati hari-hari tertentu kematian anggota keluarga ini tidak dilarang.
3. Mempertahankan Kesenian Gamelan dan Wayang
Sunan Muria juga tetap mempertahankan alat musik daerah seperti gamelan dan kesenian wayang untuk media dakwahnya. Beliau tidak mengubah budaya yang ada, namun memasukkan ajaran-ajaran Islam di dalamnya. Beberapa lakon pewayangan diubah karakternya dengan membawa pesan-pesan Islam, seperti kisah Dewa Ruci, Petruk dadi Ratu, Jimat Kalimasada, Mustakaweni, Semar Ambarang Jantur, dan lain sebagainya.
4. Menciptakan beberapa Tembang Jawa
Sunan Muria juga menciptakan beberapa lagu atau tembang macapat Jawa yang berisi tentang ajaran Islam. Beberapa karyanya yang terkenal yaitu tembang Sinom dan Kinanthi. Melalui tembang, masyarakat akan dengan mudah menerimanya serta mampu mengingat ajaran Islam yang terkandung di dalamnya untuk bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Sunan Muria, yang dikenal sebagai salah satu dari sembilan wali songo, merupakan tokoh sufi dan ulama yang hidup pada abad ke-15 di Jawa, Indonesia. Meskipun Sunan Muria dikenal sebagai seorang ulama dan sufi, tidak ada catatan yang menyebutkan bahwa dia menciptakan tembang atau lagu secara langsung.
Namun, dalam tradisi Jawa, terdapat banyak tembang atau lagu-lagu yang dihubungkan dengan Sunan Muria atau berkaitan dengan ajaran dan kepercayaan yang ia sebarkan. Tembang-tembang tersebut sering kali mencerminkan nilai-nilai keagamaan, pesan moral, dan nasihat yang diajarkan oleh Sunan Muria.
Salah satu contoh tembang yang sering dikaitkan dengan Sunan Muria adalah “Palaran Gambuh,” yang merupakan jenis tembang Jawa kuno. Tembang ini sering kali digunakan dalam pertunjukan wayang atau sendratari yang mengisahkan tentang kehidupan Sunan Muria dan ajaran-ajarannya.
Namun, perlu diingat bahwa tembang-tembang tersebut merupakan bagian dari tradisi dan budaya Jawa yang telah berkembang selama berabad-abad. Sementara Sunan Muria dihormati sebagai seorang wali, tidak ada bukti konkret yang menunjukkan bahwa dia secara langsung menciptakan tembang-tembang tersebut.